Kita segala mengetahui figur Glenn Fredly sebagai salah satu musisi terbaik yang pernah dimiliki negeri ini. Empat tahun sesudah ia meninggal, barisan lagu-nyanyiannya pun masih menempel di alat pendengaran dan hati banyak orang. Tetapi seberapa banyak yang mengetahui aktivisme seorang Glenn Fredly? Poin itulah yang diterapkan oleh Glenn Fredly: The Movie untuk membangun urgensi.
Naskah buatan Raditya (Mantra Surugana) pun memilih agak menjauh dari pakem biopic tradisional, dengan tidak berusaha merangkum kisah hidup komplit sang tokoh sedari kecil hingga akhir hayat. Pertama kita bertemu dengan Glenn Fredly (Marthini Lio), ia telah berstatus penyanyi tenar yang merilis dua album, pula terlibat romansa high profile bersama Nola AB Three (Alyssa Abidin).
Popularitas Glenn memang yakni nilai penting narasinya. Glenn merasa, sebab bakat tarik bunyi ditambah ketenaran miliknya, ia patut berperilaku lebih bagi masyarakat Ambon yang pada masa itu tengah terjebak berjenis-jenis konflik. Di suatu kesempatan, saat sedang menyanyi untuk menghibur jemaah gereja, Glenn menyaksikan penggemarnya tewas di depan mata. Wajar jika kelak ia merasa bobot menciptakan perdamaian terletak di pundaknya.
Ketidakmulusan bercerita jadi batu https://www.orientalgardennursery.com/ sandungan dalam paruh pertama Glenn Fredly: The Movie, yang acap kali bergerak secara kasar, melompat kurang mulus dari satu spot narasi ke spot selanjutnya. Kelemahan ini untungnya kapabel ditutupi oleh perspektif unik filmnya dalam memfoto sosok Glenn Fredly.
Kita bukan disuguhi cara kerja Glenn tersadar untuk menumbuhkan kepedulian kepada sesama. Sebaliknya, sejak awal kesadaran itu telah tumbuh. Kesadaran itulah yang menyiksa Glenn, menjadikannya “tortured artist” yang terbebani oleh kebesaran dan bakatnya sendiri. Pernikahan pertamanya dengan Dewi Sandra (Sonia Alyssa) pun kandas karenanya. Glenn demikian itu terobsesi menciptakan hubungannya dengan Dewi sebagai simbol keberhasilan pernikahan beda agama di Indonesia, hingga melupakan hal-hal seperti cinta serta kebahagiaan. Glenn Fredly memang bukan manusia sempurna.
Marthino Lio kapabel menangani kompleksitas batin hal yang demikian, sembari memainkan warna suaranya supaya terdengar semirip mungkin dengan Glenn Fredly. Hasilnya memuaskan. Aktingnya tidak pernah jatuh ke ranah parodi, dan tidak keok penting, tercipta sinkronisasi antara bunyi Glenn saat sedang bicara yang dibawakan Marthino Lio, dengan bunyi saat sedang menyanyi yang diisi oleh Eldhy Victor.
Tentunya ikut serta dibantu oleh pemberesan bunyi yang solid, saya pun diciptakan percaya bahwa segala bunyi hal yang demikian berasal dari satu orang. Tatkala adegan menyanyi nampak meyakinkan, semakin gampang bagi penonton untuk menikmati barisan nomor-nomor legendaris milik Glenn Fredly.
Di luar perjalanan karir Glenn dan perjuangannya selaku organisator, konflik keluarga yang melibatkan perpecahan sang penyanyi dengan ayahnya (Bucek Depp) ikut serta disoroti. Perselisihan ayah-buah hati inilah yang nantinya berjasa merangkum pesan utama filmnya secara meraba. Apa pun masalahnya, segala yakni soal memutus rantai kebencian. Pesan itu pula yang selalu didengungkan oleh Glenn Fredly semasa hidupnya. Perjalanan hidupnya mungkin telah usai, tetapi kisahnya terus kekal dan tidak usai di Januari.